Sabtu, 04 April 2015

Sunny Day, A Blessed One





Hari ini cerah sekali. Matahari muncul begitu kuatnya, seolah membuktikan bahwa ia masih mampu menyinari kami di muka bumi ini, setelah kemarin seharian hujan.
Pagi ini, sang ibu berbaik hati sekali. Ia tengah menyelesaikan masakannya, sebuah sambal ikan. Namun sang anak justru berharap ikan dimasak sambal balado. Sang anak menyeletuk sembari berjalan, “kok sambel biasa? Aku kira sambel balado”.

Beberapa menit kemudian saat ia membuka tudung saji, sudah terhidang sambel balado kesukaannya. Dan haru menyergap dadanya. Tak ia sangka, sang ibu rela membuatkan ulang sambel balado demi anak perempuan yang begitu ia sayangi. Meskipun harus mengulang. Mungkin sang ibu juga rindu saat anaknya tak pernah lama dirumah karena kesibukkannya diluar. Dalam hati kecil sang anak, ia juga merindu masakan ibunya.

Saat suatu momen didapur, saat sang anak membuat masakan, sang ibu berkata.

“Semuanya tergantung kamu, ibu dan bapak selalu mendoakan yang terbaik bagimu. Hidup itu pilihan, pilihlah yang sesuai dengan inginmu. Kami tak punya apa-apa. Hanya saja kami mengupayakanmu agar kamu bisa tetap melanjutkan sekolah mastermu. Segala upaya kami lakukan demi kamu dan adikmu tetap sekolah. Kami tak punya mobil dan rumah yang bagus, tapi dengan ilmu kalian kelak bisa menjadi lebih dari yang ada saat ini.”


Kalimat panjang yang membuyarkan konsentrasi memasak sang anak. Dan sekuat tenaga ia menahan air mata agar tak jatuh.

“Iya Bu, doanya ya”. Jawab sang anak lirih.




Lain kisah, masih dibawah matahari yang sama. Sang ibu mendapat panggilan dari sang bapak yang terluka saat memanen bulir padi di sawah. Anak dan ibu ini terburu-buru menghampiri sang bapak. Mereka berdua terhentak dalam hati, darah mengucur deras dari telapak kaki kiri sang bapak. Dan sang ibu terburu mengobatinya. Bapak ini menyeringai kesakitan, sang ibu berkomentar tiada henti, mencereweti kejadian yang terjadi akibat laku sang bapak, dan anaknya justru cekikikan lucu meskipun dalam hati miris.

Setelah perban ditempelkan, bapak ini kembali bergegas memanen bulir padi. Ia tak tampak kesakitan. Sang ibu masih mengomentari, terselih khawatir dalam kata-katanya. Ia berjalan dengan lantang kesana kemari. Dan sang ibu membantunya sesekali. Mereka lantas menghentakan batang padi ke papan agar bulirnya berjautuhan.  Diantara mereka bertiga didera tawa yang menggelitik.

Sang anak tertegun melihat perjuangan ayahnya yang begitu kuat, hanya demi keluarganya. Ternyata sang bapak yang ia kira kaku, begitu lemah lembut berjuang peluh demi peluh, hingga darah mengalir, hanya untuk keluarganya. Dan sang anak begitu bersyukur menjadi anak dari kedua orang tua yang begitu kuat memperjuangkannya.

Dan yang paling mengesankan, adalah saat anak mengabadikan momen kemesraan antara sang bapak dan ibu, mereka bermesraan dengan caranya.

Sang Ibu dan Sang Bapak

Dan semesta menjadi saksi yang turut menyetujui.

Semoga keluarga ini senantiasa dalam lindungan dan kebahagiaan Allah SWT . aamiin
 

0 comments:

Posting Komentar

 

Blog Template by BloggerCandy.com