Kamis, 23 Oktober 2014

Lelah



Lelah merasuk dalam tulang. Menggerogoti setiap pembuluh darah dalam jaringan. Memasakan darah mengalair ke otak dengan sejuta asa palsunya. Herannya hati ini tidak terkena dampak sirkulasi darah yang membawa lelah. Atau sudah mati rasakah hati ini. Apa hati yang dahulu sangat sensitive menjadi beku. Seperti tiada mampu merasa, hanya otak yang terus berdegup kencang tiada henti, hingga pada akhirnya mata ini terlelap.



Siang ini begitu melelahkan. Hingga rasanya ingin kuteriakkan bahwa aku menyerah dengan sikap dinginmu. Dengan sikap – entah apa itu, yang membuatku tak nyaman. Mengupayakanmu demi masa depanmu yang lebih baik, salahkah aku? Atau aku terlalu baik mengupayakanmu hingga kau lupa bagaimana rasa berjuang.

Terlebih aku takut memperjuangkanmu apabila justru kelak kau yang memanen sendiri tanpa aku menemani. Itu yang aku takutkan. Aku lelah jika harus mengulanginya dari awal. Aku lelah jika harus mencari petani baru yang mau menanam bersama dan memanennya. Lelahku tatkala segala upayaku justru hanya menyianyiakan waktu dan menyisakan sesak dada. Lelahku adalah melihatmu mampu berdiri sendiri tatkala aku menemanimu kamu terseok. Karena aku sudah pernah mengalaminya, mengupayakan dan bertahan pada sesuatu yang akhirnya harus ditinggalkan. Terkadang ingin ku bersandar padamu sebentar, Romeo.

0 comments:

Posting Komentar

 

Blog Template by BloggerCandy.com