Mungkin
aneh jika ada yang membaca kalimat kalimat ini tentang deskripsi diriku. Lebih
tepatnya tentang penilaian secaca subjektif oleh diri sendiri.
Tentang
aku. Bahwa aku memang tidak seperti kebanyakan wanita seumuranku yang lainnya. Jika
kamu pernah dekat denganku selama beberapa waktu, mungkin kamu menyadarinya
bahwa kadang sering kuucapkan terima kasih dan maaf. Dua kata yang sangat
penting dalam hidupku. Jelas maknanya sangat tinggi.
Aku
bukan tipikal orang yang pendiam. Aku banyak berbicara. Bahkan kadang terlalu
lepas. dari kata kata yang begitu lepas itu, sering terlontar nasihat, amarah
atau sejenisnya yang tujuannya untuk mengingatkan satu sama lain. Meskipun aku
tak bermaksud menyakiti hati atau perasaan siapapun. Hal itu juga
kuperhitungkan terhadap siapa aku bisa bersikap demikian.
Namun
kadang aku merasa tidak enak hati sendiri tatkala lama tak bersua, atau terasa
ada perubahan sikap sesorang kepadaku, atau apalah itu ̶ terutama mereka yang
berinteraksi langsung denganku. Sering pula aku menanyakan hal sensitive tersebut
secara to the point meski dengan
embel embel pembukaan sedemikian rupa. Atau kadang aku nyeletuk meminta maaf akan sesuatu yang mengganjal dihatiku.
Mereka
pasti akan selalu menanyakan, “ada apa kamu”, “mengapa tiba tiba meminta maaf”.
Jawabku selalu: “tak apa”. Lantas berlanjut pada ketakutan kehilangan akannya. Ya
sesungguhnya aku takut kehilangan mereka. Aku begitu bersyukur ada mereka yang
pernah dan masih mengisi hariku. Meski mereka lantas tidak selamanya menetap.
Keanehan
akan diriku mungkin akan disebelah matakan oleh orang-orang lain. Ada keyakinan
bahwa mereka pasti akan menganggapku remeh atas sikapku yang seolah tak punya
harga diri. Bukan kah ini justru nilai bagiku. Dimana pentingnya nilai harga
diri jika tak punya hubungan kekeluargaan antar teman atau apalah itu?
Oleh karena itu, hal-hal
yang nampak sepele sebenarnya memliki arti penting jika mata kita mau membuka
lebih, dan hati ini mau merasakannya.
0 comments:
Posting Komentar