Aku
tertarik pertama kali sejak melihat sampulnya yang sederhana dan judulnya―bagiku―menarik.
Dan
satu kalimat didalamnya yang membuatku tertarik
"Apakah setiap orang di
sekitarmu ingin tersenyum saat melihatmu?"
Mengapa
aku mengutip bagian ini? Karena satu alasan sederhana, senyum adalah ibadah
bagiku. Pada suatu kejadian yang diharapkan, ketika dua manusia saling berpapasan
disatu lajur yang sama, yang satu bersiap menyunggingkan senyum sedangkan salah
satunya justru menggerakkan bibir sedikitpun, meski mata saling bertemu, maka
muncul perasaan aneh tak menentu. Lalu berpikiran yang tidak tidak. Sungguh,
aku ― manusia, masih bersikap seburuk ini.
Dari
buku ini, aku kembali disadarkan, bahwa kita berhak atas segala macam
kebahagian diri kita sendiri. Bahwa sebagai manusia kita berhak untuk hidup
bahagia sebagai tujuan hidup. Dalam buku ini pula, ia mengingatkan kita untuk
setidaknya menikmati segala sesuatu dengan sungguh-sungguh, meski hal kecil
sekalipun. Dan salah satu hal yang cukup mengena adalah bernafas.
Banyak
dari kita yang lupa akan hidup, akan diri sendiri. Kita banyak tenggelam dengan
kesibukan demi mencapai segala yang kita inginkan. Hingga kita lupa, bahwa kita
(masih) hidup dan bernapas dengan normal merupakan anugrah terindah yang Allah
berikan.
"Kita menjadi jauh dari
ketenangan karena terlalu gelisah akan impian."
Dan
satu judul tulisan yang aku sukai: Bermesraan dengan Tuhan.
Judul
ini tentang kita yang sering memohon kepadaNya tapi tak kunjung dikabulkan.
Sedang ada ia yang kita kira lebih rendah dibawah kita kadar memohon kepada
Tuhan justru mendapatkan segala yang ia inginkan dalam waktu yang cepat. Begitu
lucu, karena kejadian ini sering terjadi diantara kita.
Tuhan
ingin menyangsikan kita begitu taat menghadapNya hanya untuk memohon doa.
Mungkin Tuhan tersenyum dan tertawa saat kita begitu kuat berdoa meski sambil
terkantuk. Karena Tuhan ingin bertemu kita dalam waktu yang lama lewat doa.
Sadarkah, Tuhan ingin berlama bermesraan dengan pujian dalam doa kita.
Ini
juga yang aku lakukan. Aku punya Allah SWT, Maha Penyayang Umat, maka aku
membiarkan diriku terbenam menceritakan segala keluh kesah ku, segala doa doa
untuk mereka dan tampaknya mustahil, dan segala ketidakpastian hidup. Hingga
aku lupa, aku punya sahabat yang dulu kerap kucurhati. Aku pasrahkan padaNya.
"Kemudian dipenghujung nanti, apa yang kita dapatkan jauh lebih besar dan indah dari apa yang kita minta dalam dia, pada waktuNya."
Dan beryukurlah atas segala nikmatNya.