Hey kamu, yang juga sedang berjuang menahan diri,
“Aku pernah mencoba dengan dia yang salah. Kau pernah gagal menjelajahi labirin hatinya sampai kehilangan arah.
Tapi bukankah setiap pagi selalu menawarkan kesempatan baru?
Bukankah setiap orang berhak atas perjalanan yang lebih menjanjikan
untuk dijalani kemudian?
Demimu, aku rela menunggu. Demi kau, aku bersabar dan berjibaku demi memantaskan diriku.”
Apa kabar dirimu? Jika bisa, rasanya ingin kutawarkan tempat duduk di
sisiku khusus untukmu. Ingin kupandang wajahmu lekat-lekat lalu
bertanya,
“Beratkah hari-harimu belakangan ini? Cukup
menyenangkan kah pekerjaan yang sedang kau jalani? Atau kau masih
berkutat dengan teori dan buku yang membuatmu terjaga sampai dini hari?”
Harapanku, semoga kamu dan kehidupanmu di sana berjalan mulus tanpa
gangguan yang berarti. Doaku tak putus-putus untukmu, kukirim dari sini.
Seandainya sekarang kita sudah bisa berjumpa, ingin kuceritakan semua
rasa yang sudah sekian lama mengendap di udara. Melihat kuatnya
hasratku bercerita, tampaknya kelak pertemuan kita akan lebih mirip
reuni dua sahabat lama dibanding pertemuan dua orang yang sedang dimabuk
cinta.
Sampai hari itu tiba, kumohon tabahkan dirimu. Semesta sedang
berjingkat mengurus pertemuan kita di satu masa paling sempurna.
Yakinlah ia akan segera ada di hadapan mata.
Padamu, yang kuyakini telah ditakdirkan namun tetap perlu diperjuangka,
Kita adalah dua manusia yang sebenarnya berjuang di arena pertarungan
serupa, hanya saja dari dua tempat berbeda. Kau berjuang menjaga mata,
aku di sini mencoba sekuat tenaga membentengi hati sampai kau tiba.
Beragam godaan itu tetap ada. Mulai dari ajakan nonton, makan
bersama, sampai tawaran diantar pulang ketika waktu sudah kian malam.
Sebagai manusia biasa, kadang aku tergoda. Iri rasanya melihat
rekan-rekan sejawat tampak punya pasangan yang selalu bisa diandalkan.
Sedang aku, harus sabar menghadapi dunia seorang diri sembari menunggumu
datang.
Maka Sayang, jangan pula kau keluhkan keterbatasanmu. Memang benar,
kau sering diejek tidak laki-laki karena tak kunjung menyampaikan
perasaanmu. Tak jarang juga kau diberi label “jomblo abadi” sebab
hidupmu nihil wanita yang mendampingi. Sesekali merasa tak nyaman itu
wajar, tapi jangan pernah menyalahkan orang-orang di sekitarmu dan
mengutuk keadaan. Mereka hanya belum paham apa yang sesungguhnya sedang
kita perjuangkan.
Bukan penjelasan panjang lebar yang bisa menyelamatkan. Orang-orang itu hanya butuh melihat kegigihan dan keyakinan kita:
Bahwa semua perasaan yang belum kita luapkan ini akan
menemui muaranya. Menjumpai akhir yang kita tunggu sebagai pesta
perayaan. Jika menahan diri untuk tidak membuka hati pada sembarang
orang adalah puasa, berjumpa denganmu jadi momen berbuka yang telah
ditunggu sekian lama.
Saat pertemuan itu terjadi, kita akan saling menatap dengan penuh
isyarat. Mata kita bertaut merayakan kemenangan. Kita dua orang yang
sama-sama keras kepala berjuang demi akhir yang sebenarnya belum bisa
diperkirakan. Kita, sepasang cinta yang dipertemukan tanpa proses
pendekatan. Kau dan aku, sepasang manusia yang lekat tanpa pernah harus
berpelukan.
Tak perlu khawatir, Sayang. Seburuk apapun dirimu, tangan ini akan
tetap terbuka. Dulu, aku pun pernah jadi versi brengsek dari seorang
manusia
Datanglah padaku dengan apa adanya. Kau tak perlu harus sangat kaya
raya, rupawan, atau punya kesabaran tanpa batasan demi menjadikanku
pasangan. Sungguh, versi ideal macam itu tak begitu penting di mataku.
Aku pun tak akan repot bertanya berapa banyak hati yang sempat kau
lewati sebelum diriku. Buat apa? Toh tanpa mereka, kau yang sebaik hari
ini juga tak akan ada. Walau kadang cemburu, aku akan berusaha sekuat
mungkin untuk berdamai dengan masa lalumu.
Bagiku, cukuplah kamu yang muncul di depan pintu sembari berkata,
“Aku sudah selesai dengan diriku. Sekarang aku ingin menjalani hidup bersamamu.”, kata-kata sederhana macam ini sudah bisa melelehkan hatiku.
Aku
manusia sempurna. Dulu, aku sempat menjelma jadi versi
brengsek seorang manusia. Aku pernah menyakiti orang-orang yang
menyayangiku tanpa syarat. Aku pernah melakukan kebodohan dengan
menyerahkan hati pada orang yang salah. Dalam beberapa kesempatan, air
mataku sempat menetes karena menangisi kehilangan yang serasa seperti
kiamat.
Kau bisa menemukan
tweets dan status Facebook-ku yang penuh kata-kata puitis nan galau. Jika menggali
postingan lama
blog-ku
akan kau temukan aku yang sempat mencintai orang lain sedaalam itu. Tak
perlu cemburu. Aku yang kini sudah selesai dengan romantisme picisan
macam itu.
Aku juga bukan Perawan Maria yang suci dari jamahan pria. Jelas akan
kupersembahkan tubuhku untukmu. Satu yang perlu kau tahu, ada jejak
tangan lain yang tertinggal di sana — bukti bahwa aku pernah alpa
sebagai manusia. Egomu mungkin terluka saat mendengar pengakuanku, namun
aku tak ingin memulai segalanya di bawah payung dusta. Kau
berhak mendapatkanku dalam versi sejujur-jujurnya.
Setelah mendengar ini, semoga kau tak kecewa. Aku hanya berharap kau
melihatku sebagai orang yang pernah salah arah, tapi rela berjuang
kembali ke jalan yang “benar” biarpun sampai harus berdarah-darah.
Bersabarlah. Hingga tiba hari di mana kita bisa berbagi rengkuh dan merayakan peluh tanpa perlu khawatir dosa
Aku tahu pasti tak enak rasanya. Mengabaikan semua goda untuk punya
pendamping sementara yang bisa diajak bercerita. Tak mengindahkan rasa
butuh diusap sayang oleh seseorang setiap lelah datang. Mungkin gagal
dan sakit memang membentuk kita jadi penyintas yang rela mengakrabi
sepi. Atau bisa jadi, rasa lelah karena terus-terusan gagal menjadikan
kita malas membuka hati demi yang dia yang tidak pasti.
Setiap rasa sepi dan sendiri itu menyeruak, selalu ingatlah. Kau tak
sendiri. Kita sejatinya sedang bergumul di satu garis emosi.
Demi kebersamaan sederhana macam itu, kau memaksaku makan malam penuh
lemak di Rumah Makan Padang pun tak apa. Selama muka kepedasanmu bisa
kutemukan di depan mata.
Jarimu berteriak butuh genggaman. Pinggangku menjerit ingin direngkuh
saat menyeberang jalan. Kita berharap segera saling menemukan.
Akan tiba masa dimana kita bisa saling merengkuh, meluapkan kasih
lewat peluh. Akan datang malam-malam hangat ketika kita bisa berbagi
selimut berdua. Main petak umpet, lompat tali, bertanding uno dan adu
main domino — atau sesederhana bercinta di bawah hangatnya kain penutup
badan tanpa perlu lagi khawatir pada ancaman api neraka.
Berdua, kita menggenapkan hidup masing-masing. Berdua, kita rayakan surga dunia tanpa perlu lagi takut dosa.
Sampai hari itu datang, jangan lelah untuk terus berjuang. Meski tak bersisian, ketahuilah kau tak pernah sendirian
Sebelum tiba waktunya kita ditakdirkan untuk saling menemukan, kau dan aku hanya harus menambah tabungan ketabahan.
Hidup terlalu singkat untuk terus-terusan mengeluhkan kesepian.
Hatimu terlalu berharga jika diisi dengan kesibukan untuk
mengurusi cinta yang hanya sementara.
Setiap kau merasa sendiri dan tak ada yang mendampingi, ingatlah
padaku. Seseorang yang belum pernah kau temui. Manusia keras kepala yang
kata orang punya imajinasi liar dan gila — karena rela mati-matian
menjaga diri agar pantas menyandingmu yang entah kapan datangnya.
Tidakkah fakta ini harusnya membuatmu merasa punya rekan? Aku
mendampingimu dalam diam. Barang sedetik pun, kau tak pernah sendirian.
Salam kecup jauh dariku,
Seseorang yang tak pernah lelah berjuang memantaskan diri untukmu
Tulisan ini saya kutip dengan beberapa perubahan dari sebuah
blog ternama.